Gaya Hidup



Demograzy
Kesal Putra Raja Hutabuni Berbuntut
                Kekalahan perang putra raja hutabuni merebut kekuasaan di kerajaan bagian utara berbuntut panjang, meskipun sengitnya pertempuran yang lalu sejatinya sudah habis termakan waktu. Putra raja hutabuni uring-uringan dan pusing mencari konpensasi kekalahan itu. Ujungnya, moment yang tidak seberapa dioptimalkan sang putra raja menghabisi para punggawa yang ingin lompat pagar ke kerajaan bagian utara.
                “Sebelumnya, putra raja mahkota hutabuni mengetahui siapa para punggawanya yang berseberangan dengan Dia (sang putra mahkota). Hanya saja, kala itu putra mahkota sedang asyik menyusun strategi berperang sehingga para penghianat tadi tidak sempat di shcerening. Mungkin inilah moment yang tepat sang putra mahkota tadi menghabisi para punggawanya yang berhianat,” kata pengamat perang kerajaan hutabuni beranalisa.
                Dibeberkannya, sebelum ini, putra mahkota sudah memerintahkan perdana menterinya untuk mengevaluasi para punggawa yang berhianat, baik dari kinerja, trek rekord dan kriteria lain, yang intinya bagaimana para punggawa yang berhianat itu terdepak dari jabatanya. Paling tidak, terusik dalam melaksanakan tugas-tugas kerajaan.
                “Tetapi kesalahan para punggawa itu sulit ditemukan. Dengan sedikit memaksa putra mahkota menekankan agar punggawa penghianat bersih dari jajaran kerajaan hutabuni, itulah perintah pada perdana menteri ketika itu,” ucapnya.
                Lanjutnya lagi, punggawa penghianat yang dimaksud juga pernah ditegur oleh sang raja bahkan ditanyai keinginannya seputar lompat pagar kerajaan. Hanya saja, para punggawa yang terindikasi tadi, malu-malu kucing atas tawaran sang raja. “Mereka sungkem pada raja, alasannya belum ada pembetteran dari kerajaan bagian utara. Pusing dengan gejolak itu, raja berangkat kepertapaan guna mendapatkan wangsit yang baik terkait pada kenakalan putranya dan keberhianatan para punggawanya,” tukasnya.
                Hasilnya, seru pengamat tadi, para punggawa yang berhianat menyampaikan usulan lompat pagarnya pada sang perdana menteri. Mengingat pesan putra mahkota, perdana menteri membentuk tim pleno guna menghabisi para punggawa yang terindikasi itu.
                “Sekembalinya raja dari pertapaan, raja merasa dihianati, seolah-olah raja ditikam dari belakang. Padahal, wangsit dari pertapaan sudah dikantongi raja untuk mengambil keputusan yang arif dan bijaksana. Inilah yang membuat raja marah besar. Dan inilah alasan raja mendeponir usulan lompat pagar para punggawa yang berhianat itu,” katanya.
                Dia berharap para punggawa bersabar dan berbesar hati, karena hal seperti itu merupakan penofena perang. “Filsafat perang kan jelas, ketika damai muncul, satu pihak dimenangkan dan pihak lain dikalahkan, jadi tunggu saja semoga hati raja kembali reda, karena raja seorang wiseman (lelaki bijak) dengan beberapa kebijakan lainnya,” serunya. (r)




Demograzy


Secangkir Kopi Ala Wakil Punggawa
                Wakil punggawa dikerajaan huta buni nasibnya sangat miris. Pasalnya otoritas yang dimiliki sang wakil punggawa hanya sebatas secangkir kopi. Untuk urusan yang lain bila dihadapkan dengan decition maker, wakil punggawa tidak pernah dilibatkan. Bahkan para punggawa dengan sengaja menciptakan birokrasi yang sifatnya desentralisasi dan dekonsentralisasi.
                “Beginilah nasib kami bos, tanpa wewenamg dan otoritas, semuanya terarah pada punggawa yang menjadi atasan kami, kalau hanya secangkir kopi kami bisa mengatasinya, meskipun para kerani lain punya otoritas yang sama. Kalau bicara kulit-kulitnya kami jagonya, namun untuk urusan yang berbau fulus, sorry, kewenangan itu tidak didelegasikan,” kata seorang wakil punggawa dikerajaan Huta buni, memulai keluhannya.
                Dia berteory seputar otorisasi pada kewenangan. Untuk mengatur bidang yang ada dibawah naungan punggawa, sang wakil punggawa tidak diberi kesempatan menginterpensi meskipun secara struktural wakil punggawa adalah pemegang kekuasaan kedua disana. “Kita hanya kebagian tugas ketika para punggawa mendampingi raja turba, itupun hanya sebatas penjagaan pos monyet. Artinya kewenangan untuk ini dan itu kami harus kulonuon dulu dengan sang punggawa, apakah diizinkan atau tidak,” bebernya.
                Bahkan katanya lagi, para punggawa kerap mengabaikan tugas dan fungsi mereka. “Kami hanya juru bicara, yang tidak berhubungan dengan bidang yang kami geluti. Segala sesuatunya silahkan tanyakan pada punggawa kami, jangan tersinggung ya bos, itu arahan dalam bentuk doktrin meskipun agak menyimpang dari sumpah dan jabatan yang kami terima dari raja. Jangan disinggung yang lainlah, minum kopi pahit ini aja kita, hanya ini kekuatan kami,” urainya.
                Pengamat politik pada kerajaan itu juga menyayangkan sikap punggawa yang kerap meremehkan para wakilnya. Padahal jika difungsikan para wakil punggawa tadi sejatinya bisa jadi tumbal, untuk semua kegiatan dan pergerakan yang berseberangan dengan aturan main yang ada. “Biasalah para punggawa tidak mau ambil pusing pada pembagian sisa hasil usaha. Para punggawa tidak mau capek disantroni wakilnya untuk urusan ini dan itu apalagi yang berkaitan dengan fulus. Atau dugaan lain para punggawa ketakutan ketika ada niat wakilnya untuk melakukan kudeta. Karena jabatan wakil punggawa umumnya adalah pasword untuk masuk dan menduduki jabatan pungawa,” terangnya.
                Sebenarnya kata pengamat tadi, raja sangat diharapkan arif dan bijaksana menyikapi keluhan para wakil punggawa itu dengan sedikit mengintervensi kewenangan dan otoritas. “Ini menjadi bumerang, ketika wakil punggawa melapor langsung pada sang raja, punggawa dengan sigap akan mendepak wakilnya. Kecuali sang wakil punggawa memiliki akses langsung pada sang raja, semisal hubungan kolusi maupun nepotisme primordial, hanya itu kesempatan sang wakil punggawa menunjukan taring dan cakarnya. Tapi umumnya jabatan wakil punggawa adalah jabatan buangan, bukan jabatan apresiasi ataupun jabatan parkiran karena kesalahan, ironis memang,” tukasnya.
                Begitupun, pengamat tadi menghimbau agar kedepan punggawa dapat menjalin harmonisasi dengan wakilnya, baik pada kewenangan maupun otorisasi kerja hingga fulus. “Selisih pendapat itu wajar karena punggawa dan wakilnya sangat berbeda dipendapatan, namun bila diluruskan kebijakan dan bijaksananya punggawa dapat meriset ulang itu semua. Adil itukan relatif, tapi adil dari sang punggawa saja sudah sangat diharapkan sang wakil kedepannya,” pungkas si pengamat mencoba menengahi konplik punggawa dan wakilnya yang berkelanjutan. (*)
 

Wakil Raja Huta Buni Terseok Mencari Dukungan
                Wakil Raja Huta Buni yang memiliki ambisi besar mengincar kursi raja yang akan berakhir tahun depan, cukup terseok mencari dukungan guna meloloskan dirinya ikut dalam proses pencalonan raja. Bahkan, wakil raja itu mondar mandir pada beberapa kantor pusat pertokoan perahu guna membeli atau merental perahu yang akan digunakannya pada pemilihan raja nantinya.
                “Kita binggung wakil raja mengclaim dirinya ahli politik, bahkan bualan itu sudah dijual sang wakil ketika mengikuti pertemuan-pertemuan formil. Artinya dari sini saja sudah kelihatan watak asli sang wakil raja yang botak alias banyak omong tak ada kerja. Atau istilah orang seberang, anggota NATO, No Action Tolk Only. Bagaimana kerajaan Huta buni ini nantinya kedepan, dan mau dibawah kemana Kerajaan Huta Buni ini,” tanya pengamat politik disana.
                Katanya lagi, gaya curi start model kampanye sang wakil raja juga banyak menjadi buah bibir pengamat politik dan masyarakat huta buni. “Wakil raja setiap melakukan turba tetap mengingatkan masyarakat bahwa dirinya ikut dalam kancah pemilihan sang raja tahun depan. Itu dilakukan sang wakil raja setiap mengikuti pertemuan dengan masyarakat,” katanya.
             Masih menurut pengamat tadi, guna menyakinkan masyarakat dengan pencalonannya, sang wakil raja menjadi respek untuk mengikuti undangan masyarakat yang jarang dilakoninya sebelum ini.
“Pesta kawin hingga sunatan anak, sang wakil raja tidak segan menghadirinya untuk menyakinkan masyarakat bahwa Ianya dekat dengan rakyat. Padahal kenyataannya sang wakil raja juga menganut sindrom tiba-tiba baik dan merakyat. Tak jarang sang wakil raja juga memaksimalkan fasilitas kerajaan dalam perjalanan kampanye terselubungnya hingga membawa para punggawa guna menampung aspirasi dan keluhan rakyat, ironis memang,” tukasnya.
Sang pengamat politik juga menafsirkan, wakil raja huta buni dengan kampanye terselubungnya memanfaatkan fasilitas kerajaan dengan gamblangnya. “Karakter seperti itu jelas tidak layak memimpin kerajaan huta buni ini. Itukan perbuatan licik. Ketika masyarakat sudah diliciki, pertanyaannya, ada nafsu besar tersembunyi ketika mendapatkan tahta kerajaan nantinya. Semoga hal seperti ini tidak terjadi dikerajaan huta buni ini,” harapnya.
Peamat tadi juga menambahkan, prilaku ambisius dan tidak sehat sang wakil raja juga sudah terbaca pada kebijakan lain. “Ada punggawa yang tidak ‘The right man in the righ place’ dibonceng oleh sang wakil raja dari kerajaan lain di kerajaan Huta buni, bahkan akibat dari itu semua anggaran kerajaan tersedot pasalnya, parlemen huta buni ketika itu harus membentuk panitia khusus dengan anggaran yang tidak kecil. Jelas ini merupakan pemborosan. Kalau ini terulang lagi, kita tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi,” pungkasnya.
Dia berharap agar sang wakil raja merubah sikapnya dari genre menjadi gentel agar masyarakat huta buni tidak terzolimi. “Hak sang wakil raja untuk ikut pada kompetisi perebutan simpati masyarakat untuk menduduki singgasana raja, tapi jangan sampai merugikan banyak pihak ini harus disikapi, instropeksi dan terutama harus tahu diri,” tegasnya. (*)


Demograzi Kerajaan Tapa Na Uli


Demograzy
Raja Bagian Utara Kebanjiran Punggawa Lompat Pagar
                Pasca pesta rakyat guna memilih raja baru di kerajaan bagian utara, pada wilayah kerajaan Tapa Na Uli, raja bagian utara yang baru disebut-sebut kelebihan punggawa yang lompat pagar dari kerajaan lain. Bahkan isue itu sempat membuat raja pusing berujung tidak nyaman. Belum lagi antek raja yang bergerilya mendapatkan jatah diline terbawah kerajaan semisal para kerani dengan melakukan kooptasi hingga menakutinya untuk mendapatkan sesuatu yang haram.
                “Jabatan yang tersedia tidak sebanding dengan punggawa yang lompat pagar dari kerajaan lain dikawasan Tapa Na Uli ini. Hitung-hitungannya, meskipun seluruh punggawa yang ada dipangkas habis, para punggawa yang lompat pagar masih lebih diatas 50 persen dari posisi yang representative,” kata pengamat dan pemerhati kerajaan Bagian utara memulai keprihatinannya.
                Katanya lagi, punggawa lompat pagar dari kerajaan lain diluar kerajaan bagian utara bahkan saat ini sudah ada yang berstatus parkir untuk mengendus posisi jabatan punggawa yang lama yang rencananya akan didepak sang raja. “Yang parkir itu punggawa lompat pagar semua, yang akan melompat terjun bebas juga sudah ngantri. Informasinya, dari kerajaan huta buni saja ada 10 yang akan mendarat di kerajaan bagian utara. Sementara dari kerajaan Belgia, Samoa dan bidang laut masih berjubel akan melompat kesana, kami aja pusing, apalagi raja kami,” katanya.
                Pengamat tadi mensinyalir, surplusnya punggawa lompat pagar itu ditengarai kontrak politik antara sang punggawa dengan sang raja ketika proses pemilihan raja yang lalu. “Kami melihat, faktor inilah penyebab utama, belum lagi  titipan para kolega dan keluarga raja ketika raja dinyatakan menang dalam kompetisi pemilihan raja yang lalu,” tukasnya.
                Katanya lagi, belajar dari pengalaman raja yang lalu, sejatinya proses itulah yang mengganggu pembangunan di wilayah kerajaan bagian utara. “Dulu setiap pemilihan raja, banyak punggawa baik lokal maupun luar yang ambil peran sebagai investor karena begitu besarnya cost yang digunakan dalam setiap pemilihan raja. Seterusnya, yang terjadi, investor meminta konsekwensi dukungan dan uniknya bukan pengembalian dana, namun harus dikonpensasi melalui posisi strategis punggawa setelah yang didukungnya dinyatakan menang, ironis memang, tapi mau bilang apa iklimnya sudah begitu,” keluhnya.
                Dia juga menyarankan agar raja lebih arif dan bijaksana menyikapi permasalahan surplus punggawa tadi. “Disini sangat dibutuhkan sikap tegas sang raja, bukan sikap tarik ulur untuk mengisi rekor layaknya yang dilakukan oleh raja belgia. Kami masyarakat bagian utara tidak mau terjebak dengan model yang sudah-sudah. Jika model itu berlanjut sayatan terhadap rakyat bagian utara akan terulang kembali. Belum lagi sikap dan arogansi punggawa yang cendrung sindrom power terhadap bawahannya. Ujung-ujungnya batupun terperas untuk menggantikan amunisi yang berhamburan tadi,” pungkasnya.
               
            Banyak persoalan membuat masyarakat apatis. Mulai dari persoalan penegakan hukum yang tidak adil, ekonomi, sosial budaya, hingga kebijakan-kebijakan yang tidak populis. Masyarakat merasakan hak-haknya terabaikan. Ironisnya terus terjadi pembiaran. Aparat penegak hukum bekerja seakan-akan hanya mengejar target. 

Menarik benang kusut ini harus dilakukan secara bersama-sama. Ada sinergi yang dibentuk seluruh pemangku kepentingan dan didukung sepenuhnya pemerintah. Harus ada gerakan untuk saling merasakan yang tujuannya adalah untuk menguatkan seluruh elemen masyarakat yang ada. Memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, namun bukan berarti tidak bisa dilakukan. Kehadiran pemimpin yang memiliki ide-ide cemerlang sangat dinantikan masyarakat. 
Jangan biarkan rasa apatis itu tumbuh di tengah-tengah masyarakat.Bupati , Kapolres, hingga jajaran pemerintahan yang paling bawah harus punya satu langkah untuk memperbaiki keadaan. Dalihan Natolu yang kerap didengung-dengungkan sebagai kekuatan untuk membangun daerah ini jangan hanya sebatas selogan saja. Mari buktikan dengan perbuatan yang menggambarkan masyarakat tertib, aman, santun dan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan budaya. 
Beri kepercayaan kepada masyarakat bahwa hukum itu adalah panglima dalam memutus perkara. Penjahat atau pencuri juga manusia yang mempunyai hak perlindungan hukum. Tidak musti menunggu dihakimi massa. Kepercayaan itu akan diyakini masyarakat mana kala pemerintah dan aparat penegak hukum juga bisa menunjukkan kalau hukum tetap berpihak kepada kebenaran, bukan karena bayaran. 

Sebaliknya, jika pemerintah dan aparat penegak hukum bermain-main dengan hukum yang ada, maka jangan pula banyak berharap masyarakat untuk hidup aman, tertib dan taat kepada hukum. Justru yang akan lahir adalah bentuk-bentuk perlawanan sesuai dengan caranya masing-masing. Mari bersama-sama kita junjung hukum itu sebagai panglima, jangan ada lagi tebang pilih dan pembiaran terhadap pelanggaran hokum. (r)


Gaya Turba Raja Huta Buni
                Raja Huta Buni yang disegani masyarakatnya karena kebijakan dan kepiawaiannya mendapatkan penghargaan dari berbagai lembaga cukup membuat cengang kerajaan lain diseputaran Tapa Na Uli. Tidak hanya itu, raja pengicar prestasi tanpa apresiasi ini juga membuat raja-raja lain salut dan standing applus untuk kinerjanya mengangkat harkat dan martabat kerajaan huta buni dijagat raya.
                Hanya saja, gaya turun ke bawah (turba) guna melihat langsung rakyatnya menjadi buah bibir masyarakat disana. “Setiap turba raja selalu dikawal para punggawanya, ironisnya fungsi punggawa yang menangani lembaga khusus dihuta buni ini hampir tidak memiliki peran dalam kunjungan raja tadi,” kata pengamat kerajaan huta buni mengindikasikan kekurangan itu.
              Katanya lagi, masyarakat yang akan berurusan pada lembaga tadi kerap mengalami kekecewaan karena ‘decition maker’ lembaga tidak berada ditempat dengan alasan mendampingi raja pada kegiatan turba. “Kita tidak mengerti, apakah raja mengharuskan para punggawa ikut turba, atau bisa-bisanya para punggawa cari muka dihadapan raja dengan modus ikut mendampingi raja, atau alasan lain para punggawa berharap ada uang saku dan uang makan dari proses pendampingan turba itu, jika alasan ini yang mendominasi ini sangat naif dan masif. Prilaku seperti ini harus menjadi perhatian raja,” kritiknya.
                Ironisinya lagi, punggawa dan krani lain justru mengambil kesempatan dengan alasan turba raja huta buni alias cicing mumpung raja tidak ditempat. “Inikan mental opurtunis dalam bekerja. Kalau raja berada ditempat, tekunnya minta ampun bekerja, tapi jika raja turba mereka seolah bebas dari mulut harimau. Memang ini menjadi kritikal poin bagi raja. Kenapa ini bisa terjadi. Artinya, raja hanya ketika dilihat disegani, dibalik itu justru sang raja dihianati,” tegas pengamat itu.
                Pengamat management huta buni yang juga ikut menelisik tabiat buruk para punggawa justru menyarankan agar sang raja menciptakan skenario guna mejebak para punggawa dan krani yang opurtunis dan super nakal itu. “Kita berharap raja menciptakan suatu skenario guna menjebak para punggawa nakal, semisal dengan pengumuman raja akan turba namun dibalik itu raja bergerilya untuk menjebak para punggawa nakal tadi. Tapi kayaknya, yang seperti itu tidak effektif,” cercanya.
                Dia berharap secara prinsip mental dan karakter punggawa tadi sejatinya harus diubah oleh sang raja dengan menggunakan beberapa terapi. “Terapi ini lebih effektif karena esensinya langsung pada akar permasalahan.  Dan hasilnya akan terukir secara monumental dari pada gerakan jebak-menjebak dan takut-menakuti tadi. Itulah harapan masyarakat huta buni,” pungkasnya. (*)






THE SRUCTURE OF THE TANO BATAK BELIEF IN THE HIGH GOD
BY Jacop Van Campen Amesterdam
“so bildet die vorliegende eine Volkerpsyholigische urkende erst ranges ,ein historiches dokument fur eine abgesschlossene epoche der geschlossene epoche der geishichte des batakvolkes,einen wertvollen betrag zu der umfragrechen literatur,die der verfasser seiner arbeit anfugh (winkler)

Adong ma na saingan , nasaingan ni na robi, namargoar ompu tuan bubi Nabolon , ima Debata nasasada I na mangunsande di hau singkammabarb ar, mula ni si rontison sian alogo.dungi hudion ma I , jala madekdek ma tulaut na bidang teni budi I, ima gabe dengke,dung I gabe situma tuma ma, jadi marmula sian ima saluhutna mian dibagasan aek. Dung I dang piga nai ,hudion mahau singkammabarbar, dungi madabu ma tu teni budi tu tur, ima parmulaan ni birik,bingkurung,hudirap,lipan,an sisibang,hala.Dung ibudian muse ma bau ipatolu halihonn, jadi badabu muse tutombak nabidang ,jadi tubu ma sian I,ursa,babiat,aili,bulihap dohot nasa binatang na diharangan.Dung I, hudion muse bau ipaopat halihon,gabe madabu ma tu huta huta,tano hornop, jadi ima parmulaan ni horbo,hoda,lombu,hambing,babi,dohot saluhut pahan pahanan na dihuta. Dung I , hudion muse mna bau I,palima halihon , gabe madekdek mai , ima manjadihon pidong namartonga tongan dilangit. Duingi margoar ma tolu pidong I dibahen Tuan bubi Nabolon saasta ganjangna,tolu dopa liliton biolonnna ima namangunsande di hau singkammabarbar I,namargoar sipidong natolu i. Na sada marbarimbing, ima namargoar pidong Patiaraja.Ia nasoganjang imputna, alai anggo na sada nari, dang malo habang, dang malo mardalan, pidong pidong mandoangmandoing ma goarna. The end